Tentang Nahum Situmorang Komponis Besar dari Tanah Batak, serta 2 gambar aslinya


Nahum Situmorang, Komponis Besar dari Tanah Batak

Copas dari tagar.id
14 February 2021 | 18:43 WIB


Medan - Pada 14 Februari 1908 atau 113 tahun lalu, seorang komponis besar dari Tanah Batak lahir. Namanya Nahum Situmorang. 

Darinya tercipta karya-karya lagu yang sampai hari ini tetap hidup dan dinyanyikan banyak orang, bukan saja para penyanyi tetapi juga pengagumnya.

Siapa yang tak mengenal lagu berjudul Anakhonhi do Hamoraon di Au, Pulo Samosir, O Tao Toba, Rura Silindung, dst. Lagu-lagu ini terus dinyanyikan terutama orang-orang Batak hingga hari ini.

Karyanya memang abadi dan memiliki nilai estetika yang kuat, kaya metafora, dan menguasai filosofi serta nilai-nilai anutan masyarakat Batak.

Salah seorang ahli waris komponis besar ini, Erwin Situmorang menyebut ada kurang lebih ada 140 karya gubahan Nahum Situmorang dalam kurun 30 tahun, sejak 1932-1962. 

Tahun 50-60-an adalah masa produktif pria kelahiran Sipirok, Tapanuli Selatan tersebut. Di fase itu Nahum Situmorang menciptakan lagu Lissoi, Alusi Au, Ketabo, dan lainnya. 

Hanya saja menurut Erwin, yang merupakan cucu dari Manase Situmorang, yakni abang Nahum, mereka baru bisa mengumpulkan sebanyak 120 lagu dari 140 lagu yang diciptakan sang komponis.

Erwin menyebut, lewat Yayasan Pewaris Nahum Situmorang, lagu-lagu Nahum Situmorang coba dikumpulkan dan diterbitkan dan pada Juni 1994 digelar konser besar di Jakarta.

Langkah berikutnya pada September 2002, saat pagelaran konser musik Save Lake Toba disertakan lagi lima lagu Nahum Situmorang yang baru ditemukan, sebagai tambahan dari edisi penerbitan pertama pada 1994.

Upaya mengumpulkan lagu-lagu milik Nahum Situmorang terus dilakukan keluarga sebagai ahli waris. Nahum adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Ayah mereka bernama Kilian Situmorang, yang dikenal seorang guru dan lahir di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.

    Terus terang saya mengakui, lagu-lagunya banyak menginspirasi orang tua untuk mengangkat anaknya untuk lebih maju

"Ciptaannya terasa abadi. Karena melodinya enak didengar, dan syair-syairnya menyentuh perasaan," kata Erwin, yang kini menjadi Ketua Ikatan Keluarga Pewaris Nahum Situmorang sejak akhir 2020 lalu.

Irjen Pol (Purn) Erwin TP Tobing, dalam sebuah acara zoom penggemar Nahum Situmorang yang digelar Sabtu, 13 Februari 2021 mengakui, Nahum Situmorang adalah seorang komponis yang sangat terkenal.

"Saya senang sekali dengan lagu-lagu Nahum Situmorang," kata pria kelahiran Tapanuli Utara itu. "Terus terang saya mengakui, lagu-lagunya banyak menginspirasi orang tua untuk mengangkat anaknya untuk lebih maju karena ciptaan lagu Nahum," tutur Erwin.
Pejuang Pergerakan

Ternyata, selain seorang komponis, Nahum pernah terjun dalam dunia pergerakan nasional. 

Pria yang menyelesaikan pendidikan Sekolah Guru Kweekschool di Lembang, Bandung pada 1928 itu, pernah masuk dalam barisan Perintis Kemerdekaan sebagai anggota Kongres Pemuda 1928.

Dan ternyata saat itu, Nahum pernah mengikuti sayembara lagu kebangsaan, dimana pemenangnya adalah WR Supratman, dan Nahum menjadi pemenang kedua.

Lulus sekolah guru, Nahum mulai kerja pada sekolah swasta tahun 1929 di Bataksche Studiefonds di Sibolga dan dilakoninya hingga 1932.

Seumur hidup, pria yang melajang hingga akhir hayatnya itu tak pernah mau menjadi pegawai kolonial meski dia punya peluang untuk itu.
Kembali ke Tarutung

Pada 1932, Nahum kembali ke Tanah Batak persisnya ke Tarutung. Di sana dia bergabung dengan abangnya Guru Sophar Situmorang. Mereka mendirikan HIS-Partikelir Instituut Voor Westers Lagers Onderwijs.

Semasa mudanya Nahum terus berkarya mencipta lagu, dan pernah memenangkan sayembara seperti 1936 di Medan, saat itu rombongan musiknya dipimpin oleh Raja Buntal Sinambela, putra Raja Sisingamangaraja XII.

Dalam perjalanan berikutnya, Nahum sempat menggeluti usaha restoran sambil terus berkarya pada fase 1942-1945 dan menjual perhiasan di fase 1945-1949, di mana dia sempat menciptakan lagu-lagu perjuangan.

Pada 1949 dari Tarutung, Nahum pindah ke Medan sambil menjalankan usaha menjadi broker mobil sambil tetap berkarya dan mencipta lagu.

Sesekali ia tampil mengisi acara musik di RRI bersama kelompok band yang ia bentuk. Nahum bisa memainkan piano, biola, bas betot, terompet, perkusi, selain gitar.

Periode 1950-1960 adalah masa-masa Nahum paling produktif mencipta lagu dan tampil total sebagai seniman penghibur.

Tahun 1960, misalnya, ia dan rombongan musiknya tur ke Jakarta. Setahun lebih mereka bernyanyi, mulai dari istana presiden, mengisi acara-acara instansi pemerintah, diundang kedubes-kedubes asing, live di RRI, hingga muncul di kalangan komunitas Batak.

Pada saat tur ini pula ia manfaatkan untuk merekam lagu-lagu ciptaannya dalam bentuk piringan hitam di perusahaan milik negara, Lokananta.

Pusara Nahum berada di komplek pekuburan Jalan Gajah Mada, Medan. Ia wafat pada 20 Oktober 1969 setelah sakit-sakitan tiga tahunan dan bolak-balik dirawat di RS Pirngadi Medan.
Upaya Penggemar

Dalam acara yang digagas para penggemar Nahum Situmorang, untuk memperingati 113 tahun komponis besar tersebut, digelar sebuah diskusi daring pada Sabtu, 13 Februari 2021.

Kesempatan itu, Irjen Pol (Purn) Erwin Tobing mengingatkan, agar tidak cukup hanya menikmati karya besar Nahum Situmorang. 

Tapi harus ada upaya bagaimana membawa nama Nahum lebih besar untuk bisa meraih penghargaan lebih tinggi dari sekadar Piagam Tanda Penghormatan dari Presiden SBY pada 10 Agustus 2006 dan Piagam Anugerah Seni yang diberikan Menteri P dan K, Mashuri pada 17 Agustus 1969.

Erwin mendorong semua pihak, terutama yayasan yang sudah dibentuk dan kini dipimpin Erwin Situmorang untuk membuat gagasan dan ide, bagaimana misalnya mengusulkan Nahum Situmorang menjadi seorang pahlawan nasional atau meraih Bintang Mahaputra.

"Ayo silakan berbuat, jangan hanya pikirkan royalti. Tapi berbuat apa. Hubungi tokoh-tokoh Batak, hubungi gubernur, sehingga nyatu semua orang Sumatera dulu. Orang daerah mengajukan salah satu pahlawan nasional harus diajukan bupati, gubernur ke presiden. Tapi dia punya buku, punya bukti. Apa bukunya Nahum. Apa bukti-bukti Nahum seorang komponis, termasuk soal ciptaan dia harus jelas," tutur Erwin.

Dharma Hutauruk, salah satu penggagas kegiatan diskusi tersebut mengatakan, sejumlah program sudah direncanakan Nahum Situmorang Fans Club yang akan bekerja sama dengan keluarga ahli waris Nahum Situmorang.

Beberapa program dimaksud, yakni penerbitan lagu-lagu Nahum Situmorang dan saat ini sedang dikerjakan, yang sudah diaransir oleh Komponis Ronald Pohan, yang dikenal sebagai dosen di Institut Kesenian Jakarta.

Direncanakan juga akan digelar konser lagu Nahum Situmorang bersama Komponis Erwin Gutawa dan Jay Subiakto, rencana penerbitan biografi Nahum Situmorang dan sedang dikerjakan wartawan senior Hasudungan Sirait dkk.

Akan diusulkan pula kepada pemerintah dan Badan Otorita Danau Toba, pembangunan kompleks kesenian di Samosir termasuk gedung pertunjukan, dan nama Jalan Nahum Situmorang.

"Pengusulan tanda kehormatan yang lebih wajar kepada Nahum Situmorang, idealnya gedung pertemuan, ruangan diberi nama beliau juga," kata Darma.

Sumber: Tahar.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kapal AL Cina Tangkap Drone Bawah Laut AL Amerika

Pemerintah Belum Akan Terbitkan Surat Jaminan Pinjaman LRT

Adele Menemui Boneka Elmo di Australia